Abalon merupakan salah satu komoditas laut Indonesia yang saat ini
paling dicari. Berapa pun jumlah abalon pasti terserap pasar (Ika, 2009).
Produksi abalon lebih banyak diperoleh dari alam. Akibatnya, tangkapan abalon
di alam jumlahnya terus merosot. Banyak restoran khusus di Jakarta yang
menyediakan menu berbahan dasar siput abalon. Orang yang ingin mencicipi abalon
matang di restoran tersebut harus mengeluarkan uang antara 500 ribu - 13 juta
rupiah per porsi. Oleh karena itu, pengunjung yang sering memesan menu abalon
adalah orang-orang berduit dan wisatawan mancanegara (http://www.suaramerdeka.com).
Abalon (Haliotis asinina Linnaeus 1758, berasal
dari bahasa Spanyol, Abulón) atau dalam bahasa daerah sasak (Lombok)
disebut medau atau siput mata tujuh (atau siput balik batu, ormerdi Jersey
dan Guernsey, parlemoen di Afrika Selatan, dan pāua di Selandia Baru)
merupakan spesies abalon tropis yang dapat ditemukan di Indonesia Bagian Timur
(Lombok, Sumbawa, Bali, Sulawesi, Maluku, dan Papua) (Susanto et
al., 2009). Abalon tergolong dalam kelas Gastropoda yang besar. Terdapat
hanya satu genus dalam famili Haliotidae dan spesiesnya berjumlah antara 100
hingga 130 (karena adanya hibrida atau perkawinan silang). Abalon memiliki ciri-ciri permukaan kulit
sebelah dalam berwarna-warni yang terbuat dari nakre, mempunyai satu cangkang
yang terletak pada bagian atas. Pada cangkang tersebut terdapat lubang-lubang
dengan jumlah yang sesuai dengan ukuran abalon. Semakin besar ukuran, makin
banyak lubang yang terdapat pada cangkang. Cangkang biasanya berbentuk telinga,
rata dan tidak memiliki overculum. Bagian cangkang sebelah dalam berwarna putih
mengkilap, seperti perak. Siput abalon biasa ditemukan pada daerah yang
berkarang sebagai tempat menempel. Gerakan kakinya sangat lambat sehingga
gampang dimangsa oleh predator.
0 komentar: